Saturday, June 29, 2013

Biarkan Hujan yang Berbicara


Hujan memang menjadi anugrah terindah yang diberikan Tuhan bagi siapa saja yang mengerti. 

"Kamu kelihatan ganteng kok, walau basah kuyup gitu. Kamu gantengnya banget-banget pas nyetak gol tadi."

Untuk orang yang sentimentil seperti aku, melihat hujan seperti ini, membuka banyak kenangan. Baik yang tak ingin kuingat, juga yang aku ingin terus ingat.

"Kamu kenapa? Mukamu pucat. Kamu gak apa? Ayuk aku temenin ke UKS. Badan kamu demam banget loh."

Selain bagaimana indahnya butiran-butiran hujan yang turun, aku juga menyukai bagaimana hujan membawa aroma yang sungguh memberikan sensasi yang menyenangkan. Aku tidak tahan untuk tidak tersenyum ketika merasakan ini.

"Gak nyatet lagi ya? Sudah kuduga. Ini aku sudah salin ulang catatanku, biar kamu bisa gampang ngeliat catatanku. Tapi satu syaratnya, temenin aku cari es krim pulang sekolah nanti ya?"

Hujan semakin deras, aku masih diam terpaku. Berdiri di bawah rindangnya pohon ketapang, aku berteduh dari hujan. Bukan aku membenci hujan, lantas aku menghindari air hujan membasahiku. Tapi aku berteduh dari hujan karena aku ingin lebih menikmati tiap tetes air hujan yang turun. Aku tidak ingin membuat hujan yang jernih tak berdosa, mengenai aku yang telah banyak berlumur kesalahan.

"Aku habis putus dengan Raidana, beri aku waktu. Aku sedang tidak ingin bercanda. Aku memang sudah gak sayang lagi sama dia. Tapi putus bukanlah hal yang mudah."

Tapi, aku bohong. Kalau aku tidak ingin bercengkrama dengan hujan. Ingatkah kamu? Salah satu alasan aku menyukai hujan adalah hujan bisa mengerti aku. Hujan akan membantuku untuk tidak memperlihatkan aku yang sedang menangis di bawah hujan. Iya, aku sadar, aku memang lemah. Di bawah hujan lah sisi manusiaku bisa lebih membumi.

"Aku tahu kok, kalau kamu sayang sama aku. Kamu polos banget sih. Kamu gak bisa nyembunyiin apa yang kamu rasain. Aku bisa dengan mudah menebak kamu. Tapi, iya. Aku juga sayang sama kamu, Areta."

Aku pertama kali bertemu denganmu, juga di bawah hujan. Sayang, ketika itu kamu sedang bersama Raidana. Aku hanya melihatmu dari kejauhan. Ingin rasanya aku memukul Raidana, tapi itu bukan jiwa seorang ksatria. Bertindak sportif adalah salah satu sifat seorang ksatria. Percuma aku memaksamu untuk bisa menerima aku, tapi ternyata aku tidak bisa membahagiakanmu. Seperti Raidana membuatmu tertawa dari balik hujan. Raidana memang bisa menjadi ksatria untukmu.

"Areta, selamat ulang tahun. Selamat ya sudah 17 tahun, udah boleh nonton film yang macam-macam nih. Tenang, aku hanya bercanda. Semoga kamu bisa menggapai cita-citamu itu. Menari dengan sepenuh hati. Aku akan selalu berada di belakangmu. Mendukungmu."

Gawat, hujan mulai berhenti. Rintik hujan perlahan melambat. Aku belum puas melihat tarianmu, hujan. Aku belum basah, aku belum menari denganmu. Aku keluar, berhenti diam berteduh di bawah pohon. Aku harus menikmati hujan sampai hujan benar-benar berhenti. Aku takut kamu benar-benar pergi.

"Kamu berbeda. Kamu terlalu kekanak-kanakan. Sudah, aku lagi malas ngomong sama kamu."

Tapi, hujan tak pernah berbohong. Dengan jelas dia menunjukkan akan mendatangimu, juga dengan jelas dia menunjukkan akan pergi meninggalkanmu. Kamu menghentikan rintik hujanku, aku tidak bisa mempertahankanmu tanpa hujan turun di depanku.

"Kalau aku pindah, kamu bagaimana? Aku gak yakin kita bisa bertahan dengan jarak yang ada. Bagaimana?"

Walaupun hujan sudah berhenti, kamu tahu? Air hujan masih ada di sekitarku. Hujan meninggalkan jejaknya untuk menuntunku. Menuntunku untuk bisa menerima keadaan. 

"Kamu pasti bisa tanpa aku. Kamu bisa, Areta."

Aku memandang dalam genangan air yang mengelilingiku. Terbayang wajahmu, senyummu, dan kata-katamu. Kenangan selalu bergantung dari cara kita memandangnya. Kamu masih tetap manis dari pandanganku. 

Ah, iya aku harus bergegas. Acara pertunanganmu sebentar lagi dimulai. Aku memandang sebuah kotak yang terbungkus oleh kertas bercorak indah, menunjukkan kalau hujan juga bisa membentuk corak yang indah dalam suatu karya seni. Di atas corak tersebut. Kamu ada di sana.

"Selamat berbahagia, Raidana dan Tinara."

0 Komentar:

Post a Comment