Tuesday, June 18, 2013

Sore di Sekolah (Part 3)

"Kereeen, coy! Asem, aku gak ngira banget ending filmnya kayak gitu." Akbar berceloteh, mengawali obrolan kita ketika keluar dari bioskop.

"Lebay." Aku menjawab dengan sinis. Yah, memang film itu punya twist ending yang lumayan oke. Tapi sikap berlebihan dari Akbar itu yang aku tidak suka. Wajarlah. Namanya juga menarik perhatian Ajeng. Walaupun mereka secara resmi sudah berpacaran. Tapi keadaan yang aku lihat selama nonton ini, tidak menunjukkan demikian.

"Halah, gak usah sok cool, Lang. Sok cool banget kan Gilang, Jeng? Gimana menurutmu, bagus kan?"

"Iya, memang keren banget, Bar." Ajeng menjawab dengan senyuman manisnya. Manis? Iya, aku mengakui senyumannya punya daya tarik tersendiri. Mungkin ini yang membuat banyak lelaki jatuh hati ke gadis ini. Tapi setelah mengatakan itu, Ajeng memalingkan wajahnya. Menerawang ke arah sekitarnya. Sepertinya dia  sedang tidak ingin diajak bicara.

Kami mengakhiri jalan-jalan sore ini dengan makan kebab di pinggir jalan. Aku memperhatikan kedua insan yang sedang jatuh cinta ini, lucu sekali. Mereka berbicara dari hal yang tidak penting, sampai ke hal yang kurang penting. Dari membahas kancing baju kedua dari atas itu sebagai perwakilan dari isi hati, karena kancing itu dekat dengan hati. Sampai membahas anjing yang suka menandai daerah kekuasaannya dengan kencingnya. Pembicaraan ini selalu menjadi penting bagi para pasangan yang baru saja merasakan sensasi 'baru jadian'.

***

Anya tidak masuk hari ini. Aku tidak tahu, dari kemarin dia tidak membalas telponku. Yah, mungkin dia sedang jalan-jalan dengan laki-laki itu. Aku kemudian mendatangi Akbar, ketika istirahat. Aku datang ke kelasnya, dan sepertinya dia sedang asik dengan Ajeng. Yah, aku lagi-lagi tidak bisa berbuat apa-apa di istirahat kali ini. Aku kemudian pergi ke UKS. Aku ingin tidur, sudah menjadi kebiasaanku kalau bosan pergi ke tempat ini, "Permisi pak, saya sedang tidak enak badan. Bolehkah saya beristirahat?"

"Sakit apa kau, nak?" Penjaga UKS itu bertanya padaku.

"Ini pak." Aku menunjuk arah dadaku, tepat di atas ulu hati.

"Dasar, anak muda. Tidurlah sana. Tenangkan pikiranmu."

Aku selama ini yang tidak pernah segelisah ini, aku seakan tidak percaya, bagaimana bisa aku bisa merasakan rasa yang aneh muncul dari bagian atas ulu hati ini? Sudahlah, aku tidur saja. Aku kemudian merapikan bantal di belakang kepalaku, aku memposisikan diriku senyaman mungkin, kemudian aku menutup mataku dengan lenganku. Aku memang terbiasa tidur dengan posisi seperti ini. Aku harus menutup mataku dengan sesuatu, agar aku bisa tidur dengan cepat.

Belum aku terbawa tidur, aku mendengar seseorang juga masuk ke dalam ruang UKS, "Sudah kuduga, kamu di sini. Bangun."

Aku menyingkirkan lenganku, membuka mataku. Ah, anak ini, "Kenapa deh, Bar? Jangan ganggu deh. Aku mau tidur. Kamu kan asik sendiri sama Ajeng."

"Cemburu? Bukan kamu banget ini. Tadi Ajeng ngasitau ke aku. Kalau dia liat kamu ngeliat kita berdua, terus pergi lagi. Ajeng nyuruh aku supaya datengin kamu. Aku tahu kalau kamu pasti kesini, sudah kebiasaanmu. Sepertinya kamu lagi ada masalah. Baik kan Ajeng? Kamu harus berterima kasih ke dia." Jelas Akbar kepadaku.

"Astaga. Baik sekali, kayaknya dia cocoknya jadi pacarku." Aku kembali ke posisi tidur.

"Woh! Wah, ini nih. Gak suka aku. Parah banget sih."

"Gak kok, tenang aja. Dia bukan tipeku."

"Syukurlah. Kamu masih marahan sama Anya ya?"

"Bukan urusanmu."

"Katanya kita teman, kok gitu banget sih? Aku balik aja lah."

"Aku lagi malas cerita. Aku lagi pengin tidur. Sudah kamu pacaran aja lagi. Sok care sama aku banget."

Akbar sepertinya dongkol kepadaku. Akbar keluar dari ruang UKS, aku kembali menutup mataku dengan lenganku. Sebenarnya aku agak malu dengan kejadian barusan. Malu dengan pak Udin, penjaga UKS itu. Tapi sejauh ini, pak Udin tidak menggubrisku.

Akupun terlelap.

***

Aku terbangun. Aku berusaha membuka mataku, berat. Tapi sepertinya hari sudah cukup sore, cenderung gelap. Aku tidak melihat pak Udin berada di ruangan ini lagi. Sepertinya pak Udin sudah pulang. Aku sudah terbiasa tidur sampai sore seperti ini, dan biasanya pak Udin meninggalkan kuncinya, untuk kubawa. Aku merapikan sedikit kasur yang kugunakan untuk tidur. Kemudian aku menuju kelasku, untuk mengambil tasku. Sepi. Maklum sekitar 15 menit lagi, adzan maghrib akan berkumandang. Aku harus lekas pulang ke rumah. 

Tapi. Sepertinya aku melihat Ajeng yang masih di dalam kelasnya. Sedang apa dia?

"Hey, kamu sedang apa, Jeng?" Aku muncul dari pintu kelasnya.

"Ah! Aku kira siapa, ternyata kamu. Aku mencari buku catatanku yang ketinggalan. Aku baru pulang dari les. Karena besok ada ulangan, jadi aku mampir dulu sebelum pulang" Ajeng terlihat masih berusaha mencari buku catatannya di laci-laci meja, "Ah, ini ketemu. Syukurlah."

Aku tidak membantunya mencari bukunya, aku hanya duduk di kursi depan kelasnya. 

"Kenapa kamu belum pulang jam segini?" Ajeng keluar kelas, dan menutup pintu kelas itu. Dia terlihat bersiap untuk pulang.

"Aku ketiduran di ruang UKS tadi."

"Oh, jadi kamu pergi tadi itu ke ruang UKS toh. Baiklah. Aku balik duluan ya." Ajeng pamit pulang.

"Jeng."

"Kenapa?"

"Kamu gak nyaman ya sama Akbar?"

"Nyaman kok."

"Sudahlah, tidak perlu ditutupi. Aku kenal Akbar, dan aku tahu kebiasaan wanita ketika dia sedang tidak nyaman dengan seorang pria dalam suatu hubungan. Aku lebih berpengalaman daripada Akbar." Aku berdiri dari kursi, dan berjalan menyusul Ajeng. Sekarang kami berdua menuju parkiran, bersama.

"Mungkin, aku masih terbawa dengan mantanku sebelumnya. Akbar orang baik. Terlalu baik malah." Ajeng membuka cerita. Yap, dia termakan pancinganku.

"Benar, dia terlalu baik."


Bersambung..

0 Komentar:

Post a Comment