Wednesday, June 5, 2013

Darmawisata Jembatan Gantung

“Kamu kenapa Ram?” Nesya memegang pundakku dari belakang. Aku kaget.

Sepertinya dia tahu daritadi aku berdiri, diam, dan keringat dingin membelakangi jembatan gantung itu. Tapi aku malu, aku malu banget kalau misalnya semua teman-teman tahu kalau aku tuh.. Uh, pokoknya gak mau! Aku gak mau naik jembatan itu.

“Ah. Gak. Gakpapa kok Nes. Aku baik-baik aja.” Aku gelagapan menjawab pertanyaan dari Nesya. Sambil menyeka keringat dari dahiku.

“Ayok anak-anak, satu-persatu ya lewat jembatannya. Pelan-pelan aja. Inget! Jangan liat ke bawah ya. Fokus aja jalan kedepan.” Pak Danu berkata pada kami yang sudah berkumpul di salah satu pos jembatan gantung yang tingginya kira-kira kayak tiang panjat pinang! Pokoknya aku melihat jembatan itu sangat kecil banget ketika aku berada di bawah. 

Kami satu rombongan yang berisi 20 anak SD berbaris menjadi satu. Kami bergantian menyebrangi jembatan. Kamu pasti tahu aku ada di urutan keberapa? Iya! Aku berada di tangga turun. Aku bermaksud kabur dari situasi mengerikan ini, “Hey, Rama! Kamu mau kemana? Kebelet ya?” Pak Danu menarik tas punggungku dari belakang.

“Eng, nganu Pak. Iya Pak. Eh, enggak kok Pak. Aku cuma main naik-turun tangga Pak.” Aku berkelit untuk kesekian kalinya.

“Hati-hati Rama, nanti kamu bisa jatuh kalau tidak hati-hati.”

“Iya, Pak.” Aku berbalik ke barisan, di urutan paling belakang. Aku menarik napas panjang. Lagi-lagi keringat banyak muncul dari dahiku. 

Di depanku ada Nesya yang entah kenapa hari ini cantik sekali. Tas pink, dengan rambut yang dikepang dua dan bandana pink. Entah kenapa anak cewek itu suka sekali dengan warna pink, tapi anehnya anak cowok sepertiku suka banget sama mereka yang berdandan pink. Eh bukan berati aku suka pake pakaian warna pink! Gak! Sama sekali enggak! Nesya sedang asik ngobrol dengan Anita yang berada di depannya. Mereka sepertinya menikmati sekali perjalanan kali ini.

Seandainya. Aku gak mendengarkan Doni cerita kemaren ketika istirahat, pasti aku akan lebih menikmati Darmawisata ini. Sebenernya buat apa sih anak kelas 6 SD ada darmawisata mengerikan ini? Seharusnya kita belajar buat ujian nasional. Sialan kamu Doni. Ah tapi memang menyeramkan sih. Argh! 




“Kalian tahu gak?” Doni memulai cerita dengan mulut yang penuh dengan kerupuk udang.

“Kenapa Don? Ada game baru lagi?” Satria mendengarkan dengan antusias. Bahkan terlalu antusias. Sampai bakso yang mau aku makan jatuh nggelundung terkena sikutnya ke parit dekat kami makan. Aku dongkol setengah mati. Aku menggembungkan pipiku tanda protesku ke Satria, “Eh, sori-sori Ram. Gak sengaja hehe.”

“Tapi agak serem ini, nanti kalian pada takut ikut darmawisata besok.” Doni menambahkan. Kali ini Doni jorok. Masa makan kerupuk udang aja sampe tumpah-tumpah, muncrat lagi ke mukaku. 

“Hah? Kok bisa? Tenang aja Don. Aku ini pemberani kok! Tapi gak tau kalau si Rama.” Satria menoleh ke arahku yang lagi bersihin muka dari muncratan kerupuk Doni.

“Aku berani juga kok! Aku juga berani sama kodok!”

“Hahaha, oke-oke. Tapi diem-diem aja ya. Soalnya kalau ini banyak yang tahu nanti ada yang marah.” Doni membuat kami terdiam serius mendengarkannya.

“Si, si, siapa yang marah Don?” Tanya Satria penasaran tapi takut.

“Hantu anjing jembatan.” Doni menjawab mantap, “Cerita ini aku denger dari kakakku yang udah pernah ngalamin ini. Jadi di Bukit Suharto, tempat darmawisata sekolah kita besok ada jembatan gantung yang tinggi banget. Nah, katanya di sana sering muncul penampakan hantu anjing. Makanya namanya Hantu anjing jembatan.”

Aku dan Satria terdiam, terpaku. Tapi lebih tepatnya ketakutan. Aku udah mulai kebelet, tapi kalau aku kebelakang sekarang, nanti aku diejek sama Doni dan Satria. Aku harus kuat!

“Jadi dulu tuh, ada satu keluarga, ayah, ibu, dan dua anak yang lagi bertamasya, mereka juga membawa anjing peliharaannya buat ikut. Nah, ketika itu mereka naik jembatan gantung di sana, tapi anjingnya ditinggal di mobil. Kan jembatan gantung itu gak boleh dinaikin sekaligus. Jadi harus satu-satu.” Lanjut Doni, “Sayangnya kedua anak mereka tidak mengikuti peraturan yang ada. Jadi kedua anak itu berlari-lari di jembatan berdua, bahkan berloncat-loncat.

“Terus mereka berdua jatuh?” Tanya Satria gak sabaran.

“Gak, lebih parah malah! Jembatannya putus! Tapi beruntung putusnya cuma salah satu pegangan di jembatan. Nah, orang tua mereka mencoba menolong kedua anak itu. Ayahnya merayap di jembatan, dan Ibunya berteriak di dekat jembatan meminta pertolongan. Sepertinya mereka lagi gak beruntung. Ketika Ayahnya sudah sampai di tengah, eh talinya malah putus semua. Dan talinya yang di dekat Ibunya tertarik juga, sehingga membuat kaki Ibu juga terikut tarikan talinya ke bawah.” Doni menjelaskan dengan masang topeng singa. Niatnya sih mau nakutin kita, tapi malah pengen mukul. 

“Akhirnya sekeluarga jatuh dari jembatan gantung dan meninggal. Lalu anjing yang ditinggal di mobil itu akhirnya dikeluarkan oleh penduduk setempat. Nah karena anjing itu tidak tahu kalau keluarga yang memelihara dia udah gak ada. Akhirnya anjing itu selama bertahun-tahun menunggui jembatan itu sampai selesai diperbaiki. Tapi anehnya setelah jembatan selesai diperbaiki, anjing itu hilang! Nah kabarnya sih anjing itu jadi hantu penunggu jembatan itu.”

Aku menelan ludah. Satria juga menelan ludah. Kita sama-sama menelan ludah. Ah aku juga ga sadar baksoku yang tadi kusisain sudah habis dimakan oleh Doni. Sialan!

“Untung aku gak jadi ikut darmawisata besok hahaha. Jadi kalau kamu naik jembatan itu terus kamu ngeliat ke arah bawah. Maka hantu anjing berwarna hitam dan sebesar harimau itu akan muncul menerkammu dari bawah sampai kamu terjatuh ke bawah. Jadi pas kamu jalan di jembatan, jangan sekali-sekali melihat ke bawah.” Doni terlihat senang melihat kami berdua pucat pasi. 




Aku masih berusaha menghilangkan rasa takutku dengan terus melihat kea rah Nesya. Kupikir kalau aku melihat orang yang aku.. Ah sudahlah, aku bisa lebih tenang. Tapi ketika mendengar perintah Pak Danu kalau ketika menyebrangi jembatan kita jangan sekali-sekali melihat ke bawah, aku semakin yakin cerita Doni itu benar. Astaga, kenapa mama memaksaku ikut darmawisata ini! Kenapa ketika mama memberitahu kalau Nesya ikut darmawisata aku seperti lupa cerita hantu Doni. Tidak! Aku menyesal!




Perlahan tapi pasti giliranku semakin dekat, aku juga semakin takut soalnya Satria yang juga mengetahui cerita ini tidak ikut dalam acara darmawisata ini dikarenakan dia sakit. Tapi aku tahu dia hanya membohongi orang tuanya kalau dia sakit. Sebenarnya dia hanya takut! Kita sama-sama mengompol ketika mendengar cerita Doni sampai selesai. Dua giliran lagi, adalah giliranku. Tanganku semakin dingin.




Rasanya. Aku ingin memberitahukan Nesya akan cerita ini, aku gak pengen dia dijahati oleh hantu anjing jembatan itu! Tapi aku terlambat Nesya sudah sampai di tengah. Bahkan dia melambaikan tangannya kepadaku. Aku hanya bisa membalas lambaian tangannya dengan senyum yang pahit. Bajuku basah karena keringatku yang terus mengucur, “Sekarang giliranmu Rama.” Pak Danu menyuruhku untuk menyebrangi jembatan mengerikan ini.

“Pak, saya mau pipis pak.” Aku mencari alasan.

“Ah malah bagus! Di sebrang sana ada wc kok. Kamu nyebrang dulu, jadi kamu bisa langsung pipis.” Jawab Pak Danu santai.

Aku hanya bisa menepok jidat. Alasanku gagal meyakinkan Pak Danu kalau aku tidak ingin menyebrangi jembatan ini. Aku semakin deg-degan, dan teman-temanku yang disebrang sana mulai meneriaku dan memanggilku, bahkan ada yang mengejekku karena aku tidak berani menyebrangi jembatan ini. Ah kalian tahu apa sih? Untung aja kalian gak dimakan hantu anjing itu! Akhirnya Nesya sudah sampai di sebrang dan memanggilku. Aku semakin ciut. Nesya dan hantu anjing jembatan adalah hal yang berbeda!

Aku yang dari tadi keringat dingin, menahan pipis, dan juga ketakutan akhirnya tidak kuat menahan itu semua. Tekanannya terlalu mengerikan. Aura jembatan seakan-akan berubah gelap! Dalam pikiranku jembatan itu bergoyang dahsyat, seperti jembatan itu bisa putus kapan saja. Dan jelas di bawah jembatan itu berubah gelap, sepertinya anjing itu akan keluar ketika aku mulai melangkah. 

Aku akhirnya menitikkan air mata. Aku sudah gak kuat menahan kengerian ini semua, “Loh, Rama kamu kenapa menangis? Kamu takut ketinggian?” Pak Danu buru-buru mengeluarkan sapu tangan untukku.

Aku semakin menjadi-jadi menangisnya. Aku terlalu takut, aku gak peduli lagi celanaku kena ngompol. Yang jelas aku gak mau ngelewatin jembatan ini. Pak Danu sibuk menepuk kepalaku, dan berusaha meyakinkanku untuk bisa berani menyebrangi jembatan gantung ini, bahkan aku diiming-imingi coklat kalau aku sampai di sana. Tapi Pak Danu gak tahu permasalahan hantu anjing itu. Semua berpikir aku takut ketinggian, padahal gak sama sekali! Aku gak cerita tentang hantu ini soalnya biar yang lain gak kena kutukan hantu anjing jembatan itu. Aku gak tahu lagi selain harus menangis.

Nesya yang melihatku dari kejauhan tiba-tiba berbalik ke arahku. Sedangkan teman-teman yang lain ada yang mengejekku dan tertawa sekencang-kencangnya. Huh mereka semua gak mengerti! Nesya sedikit berlari ke arahku. Ah Nesya aku takut.

“Rama, kamu kenapa?” Nesya bertanya padaku yang sedang menutupi mukaku dengan lututku, “Ayok, aku temenin nyebrangnya.” 

Nesya memberikan tangannya untuk kugenggam. Aku yang sedang terisak itu sekejap berhenti menangis. Sepertinya Nesya dengan barang-barang pinknya seperti bidadari yang turun untuk menolongku dari kengerian hantu anjing jembatan itu, “Tuh Rama, nyebrangnya ditemenin sama Nesya.” Pak Danu tersenyum melihat kami berdua. 

Aku yang mengisap ingus karena abis nangis, akhirnya menyambut tangan Nesya. Aku menggenggam erat tangan Nesya. Rasanya tenang banget, aku merasakan seperti cerita hantu anjing jembatan itu hanya bohong belaka. Akhirnya aku berdiri, dan ternyata celanaku ikut basah karena pipisku yang gak sengaja keluar ketika aku menangis ketakutan itu. Nesya yang melihat celanaku yang basah agak tertawa sedikit. Ah aku jadi malu, tapi aku senang, akhirnya aku tersenyum juga.

Akhirnya kita berdua perlahan menyebrangi jembatan itu. Aneh ya? Kok aku gak takut lagi ya? “Kamu jangan lihat kebawah ya.” Nesya mengingatkanku. Ah Nesya kamu jahat aku jadi teringat lagi, senyumku yang sebelumnya ada jadi hilang.




Ajaib! Aku akhirnya bisa melewati jembatan itu dengan selamat!

Teman-temanku semua bertepuk tangan ketika aku sudah sampai di pos selanjutnya. Tapi mereka sekaligus tertawa ketika melihat celanaku yang basah gara-gara ngompol. Tapi yasudahlah malu sedikit yang jelas hantu anjing itu tidak muncul ketika aku menyebrangi jembatan itu.




“HAHAHAHA Lucu sekali kamu Rama!” Pak Danu menertawaiku ketika aku menceritakan kenapa aku merasa takut ketika berada di atas. Iya aku menceritakannya, soalnya kita sudah mau pulang dari darmawisata dan kita ada di atas tanah, gak di atas jembatan itu lagi. Nesya yang ikut berbincang dengan Pak Danu juga ikut tertawa mendengar ceritaku. 

“Bapak juga pernah dengar cerita itu, tapi itu sudah lama sekali ketika bapak kecil. Bapak tidak mengerti kenapa di jaman kamu masih ada cerita seperti itu. Hahahaha Rama kamu lucu sekali.” Pak Danu bukannya menghiburku malah menertawaiku, “Tenang saja Rama itu semua bohong, cerita itu ada karena untuk membuat anak-anak SD seperti kalian tidak melihat bawah ketika menyebrangi jembatan. Karena kebanyakan anak-anak takut akan ketinggian, dengan melihat ke bawah mereka akan jadi takut menyebrangi jembatan gantung yang tinggi itu.”

“Ja, jadi Doni bohong?” Aku gak percaya apa yang kudengar. 

“Doni hanya beruntung bisa tahu cerita itu. Tapi bapak yakin dia akan menyesal tidak mengikuti darmawisata ini ketika dia dewasa. Setiap darmawisata adalah hal yang sangat menyenangkan dan tak terlupakan. Seperti hari ini, kamu dan Nesya. Benar kan?” Lanjut Pak Danu

Aku hanya bisa terdiam malu, tapi lega. Setidaknya yang aku takutkan ternyata tidak benar. Dan semua itu hanya bohong belaka. Untung saja aku membawa celana ganti jadi aku gak harus terus-terusan diketawain oleh yang lain. Tapi yang bisa kuambil dari sini, aku semakin dekat dengan Nesya. Dialah bidadari penyelamatku. Dengan pakaian serba pink itu. Dia satu-satunya cewek yang sangat pemberani di sekolah ini. Itulah kenapa aku suka padanya. Aku yang telah mendapatkan coklat dari Pak Danu sebagai hadiah menyebrangi jembatan, akhirnya aku memberikan ke Nesya, “Makasih ya Nesya. Kamu hebat!” Nesya hanya tersenyum manis menerima coklatku.

Doni, Satria, eh Satria juga korban ding. Awas ya kamu Doni!





0 Komentar:

Post a Comment