Monday, June 10, 2013

Pukulan Itu

Bruk!

Janu tersungkur. Bagaimana bisa? Iya, dia dipukul keras oleh Bagas, tepat di pipi. Darah segar, tapi sedikit, turun dengan pelan melalui sela-sela ujung bibirnya. "Masih berani kamu?" Teriak Bagas, masih mengepalkan  tinjunya dengan napas yang tersengal-sengal.

"Segitu aja Gas? Masih belum apa-apa." Janu mengintimidasi Bagas, dengan sedikit senyuman dari bibirnya, menyeka darah dengan punggung tangannya. Janu berdiri perlahan, "Sudah?"

"Bajingan!"

Sekali lagi pukulan Bagas masuk, tepat di ulu hati Janu. Dengan pukulan yang dikeluarkan dengan sepenuh tenaga oleh Bagas. Terpental badan Janu ke belakang beberapa meter. Saking kuatnya pukulan Bagas. Ah, maklum cemburu terkadang bisa menjadi kekuatan yang mencengangkan. Janu tergeletak, dan agak terdiam untuk beberapa saat. Sepertinya Janu menikmati setiap pukulan Bagas. 

Bagas mendekati Janu perlahan, sepertinya dia agak mengalami kesakitan di kepalan tangannya. Mungkin karena dia memukul dengan sepenuh hati, jadi awal kontak dengan badan tidak terasa. Janu yang masih tertidur itu melihat Bagas mendekatinya. "Bisa ya. Kita yang dulunya berteman ini, berakhir seperti ini." Janu memulai pembicaraan dari posisinya yang sama. Tidur.

"Kalau saja kamu memberitahuku langsung, bukan dari orang lain seperti Hari. Tidak mungkin aku berani memukulmu. Mungkin hanya menendang bokongmu."

"Ah, kamu masih saja bisa bercanda di saat seperti ini." Janu tertawa kecil.

"Aku serius Jan, bagaimana bisa aku memukul sahabatku dari SMP hanya gara-gara masalah murahan seperti ini." Bagas mengulurkan tangannya, bermaksud membantu Janu berdiri. Tapi Janu menolak, dia berdiri sendiri.

"It's okay Gas. Tapi puas kan? Kalau masih kurang, silahkan lanjutkan."

"Cukup." Jawab Bagas singkat.

"Okay." Janu menyodorkan tinjunya. Memberi tanda kalau Janu mau melakukan bro fist. Bagas menanggapi  tinju itu, Walaupun tidak dengan semangat. Lemas.

***

Citra. Satu wanita itu yang membuat kedua lelaki ini bersitegang. Simpel permasalahannya. Gagal move on. Bagas terjebak masa lalu, Citra adalah mantan pacarnya. Sedangkan Bagas secara tidak sengaja dekat dengan Citra. Right?

"Jadi maafnya diterimakah?" Janu mengajak bicara Bagas, setelah beberapa saat terdiam. Mereka berdua berjalan dari taman belakang ke arah parkiran motor.

"Iya."

"Bagaimana bisa 'iya' dibarengi dengan muka datar seperti itu. Ayolah Gas. Kamu bukan orang yang seperti ini." Kata Janu tertawa kecil.

"Iya mungkin kamu benar, aku sudah berubah sekarang."

"Astaga." Janu berhenti berjalan, membiarkan Bagas berjalan sendirian di depannya. "Baiklah Gas."

Tiba-tiba Bagas juga berhenti. Masih membelakangi Janu, "Kamu orang yang paling tahu bagaimana aku, isi hatiku, dan Citra."

"Tapi Gas, kamu dan dia adalah cerita yang lama. Toh, Citra yang bilang kalau kamu dan dia sudah lama tak saling kontak." Janu mendekati perlahan Bagas. Meraih pundak dari Bagas. Tapi sayang kekuatan Bagas sedang naik-naiknya, pundak itu tidak bergerak.

Bagas menyingkirkan tangan Janu dari pundaknya, "Iya. Kamu memang benar. Sayangnya.."

"Sayang kenapa Gas?"

"Kamu adalah temanku. Sahabatku. Kalau kamu orang lain, itu tidak jadi masalah. Sayangnya itu kamu." Kali ini Bagas sedikit menoleh ke arah Janu dengan tatapan menyedihkan.

"Bagas.." Janu merasa sangat bersalah.

"Kamu tidak salah sepenuhnya. Yang salah adalah aku. Aku yang selama ini tidak berubah. Karena tidak berubah, membuat aku berubah secara tidak sadar." Akhirnya Bagas berbalik sepenuhnya, melihat dalam ke arah Janu. Dan mengakhirinya dengan senyuman, "Tapi, ini hanyalah masalahku. Sahabat tetap sahabat. Ini cuma masalah waktu."

Bagas meninggalkan Janu yang masih terdiam. Bagas menaiki motornya, kemudian dalam sekejap dia pergi meninggalkan parkiran itu. Janu kembali memegang pipinya yang masih terasa sangat sakit sehabis dipukul oleh Bagas. Tapi anehnya rasa sakit itu memiliki sensasinya berbeda.

"Maaf." Janu juga meninggalkan parkiran itu dengan perlahan.

0 Komentar:

Post a Comment